sejareah tuak

 Tuak 

 Tuak merupakan sadapan yang diambil dari mayang enau atau aren ( Arenga pinnata). Kalau dalam bahasa Indonesia, sadapan dari enau atau aren disebut nira. Nira tersebut manis rasanya, sedangkan ada dua jenis tuak sesuai dengan resepnya, yaitu yang manis dan yang pahit (mengandung alkohol). Hatta Sunanto [1983:17], seorang Insinyur pertanian, menerangkan: "Di Indonesia, tanaman aren dapat tumbuh baik dan mampu berproduksi pada daerah-daerah yang tanahnya subur pada ketinggian 500-800m di atas permukaan laut. Pada daerah-daerah yang mempunyai ketinggian kurang dari 500m dan lebih dari 800m, tanaman aren tetap dapat tumbuh namun produksi buanya kurang memuaskan." Pohon enau atau aren dinamai
Pohon enau ini merupakan pohon serba guna yang bisa menghasilkan tuak dan semua yang ada pada pohon dapat digunakan, tapi apakah kalian tahu kalau sebenarnya pohon enau ini memiliki kisah yang cukup menyedihkan. Orang- orang dulu mengatakan bahwa pohon enau ini  merupakan jelmaan dari seorang gadis bernama Boru Sabou. Kok bisa dari sebuah jelman? Begini ceritanya.
Cerita itu mengisahkan tentang kesetiaan si Sabou kepada abangnya. Ia tidak tega melihat penderitaan abangnya yang sedang dipasung oleh penduduk suatu negeri. Oleh karena itu, ia mencoba untuk menolongnya. Apa yang menyebabkan Abangnya dipasung oleh penduduk negeri itu? Bagaimana cara Boru Sabou menolong abangnya?


Alkisah, pada zaman dahulu kala di sebuah desa yang terletak di Tanah Karo, Sumatera Utara, hiduplah sepasang suami-istri bersama dua orang anaknya yang masih kecil. Yang pertama seorang laki-laki bernama Tare Iluh, sedangkan yang kedua seorang perempuan bernama Boru Sabou. Keluarga kecil itu tampak hidup rukun dan bahagia.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, karena sang suami sebagai kepala rumah tangga meninggal dunia, setelah menderita sakit beberapa lama. Sepeninggal suaminya, sang istri-lah yang harus bekerja keras, membanting tulang setiap hari untuk menghidupi kedua anaknya yang masih kecil.
Oleh karena setiap hari bekerja keras, wanita itu pun jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Si Tare dan adik perempuannya yang masih kecil itu, kini menjadi anak yatim piatu. Untungnya, orang tua mereka masih memiliki sanak-saudara dekat. Maka sejak itu, si Tare dan adiknya diasuh oleh bibinya, adik dari ayah mereka.


Waktu terus berjalan. Si Tare Iluh tumbuh menjadi pemuda yang gagah, sedangkan adiknya, Boru Sabou, tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Sebagai seorang pemuda, tentunya Si Tare Iluh sudah mulai berpikiran dewasa. Oleh karena itu, ia memutuskan pergi merantau untuk mencari uang dari hasil keringatnya sendiri, karena ia tidak ingin terus-menerus menjadi beban bagi orang tua asuhnya.
Setelah berdiskusi dan berjanji kepada adiknya bahwa ia akan kembali setelah membawa banyak uang maka berangkatalah sang abang untuk merantau ke negeri orang. Ketika Tare Iluh berada di perantauan bukannya mencari pekerjaan yang layak, ia malah berjudi.
Ia beranggapan bahwa dengan memenangkan perjudian, ia akan mendapat banyak uang tanpa harus bekerja keras. Tetapi sayangnya, si Tare Iluh hanya sekali menang dalam perjudian itu, yaitu ketika pertama kali main judi. Setelah itu, ia terus mengalami kekalahan, sehingga uang yang sudah sempat terkumpul pada akhirnya habis dijadikan sebagai taruhan.


Kemudian ia meminjam uang kepada penduduk setempat dan kemudian bermain judi lagi. Akibatnya, si Tare Iluh pun dipasung oleh penduduk setempat karena tidak bisa membayar hutang. Suatu hari, kabar buruk itu sampai ke telinga si Boru Sabou. Ia sangat sedih dan prihatin mendengar keadaan abangnya yang sangat menderita di negeri orang. Dengan bekal secukupnya, ia pun pergi mencari abangnya, meskipun ia tidak tahu di mana negeri itu berada.
Behari-hari si Boru Sahou mencari abangnya, tapi tidak pernah menemukannya. Sampai pada akhirnya ia bertemu dengan seorang kakek. Ia bertanya kepada kakek itu tapi kakek itu tidak mengetahui dimana abangnya berada. Kakek itu hanya memberi saran untuk memanjat pohon yang paling tinggi dan kemudian memanggil abangnya.
Tanpa berpikir panjang, ia segera mencari pohon yang tinggi kemudian memanjatnya hingga ke puncak. Sesampainya di puncak, si Boru Sabou segera bernyanyi dan memanggil-manggil abangnya sambil menangis. Ia juga memohon kepada penduduk negeri yang memasung abangnya agar sudi melepaskannya.
Karena merasa tidak ada tanggapan akhirnya, ia pun segera mengangkat kedua tangannya dan berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa. “Ya, Tuhan! Tolonglah hambamu ini. Aku bersedia melunasi semua hutang abangku dan merelakan air mata, rambut dan seluruh anggota tubuhku dimanfaatkan untuk kepentingan penduduk negeri yang memasung abangku.”
Baru saja kalimat permohonan itu lepas dari mulut si Boru Sabou, tiba-tiba angin bertiup kencang, langit menjadi mendung, hujan deras pun turun dengan lebatnya diikuti suara guntur yang menggelegar. Sesaat kemudian, tubuh si Boru Sabou tiba-tiba menjelma menjadi pohon enau.
Air matanya menjelma menjadi tuak atau nira yang berguna sebagai minuman. Rambutnya menjelma menjadi ijuk yang dapat dimanfaatkan untuk atap rumah. Tubuhnya menjelma menjadi pohon enau yang dapat menghasilkan buah kolang-kaling untuk dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau minuman.
http://www.wortomatic.com/tuak-minuman-khas-batak-yang-ternyata-menyehatkan/
https://www.kompasiana.com/tuani.marudut.sitorus/55010ec9813311d462fa6f38/sejarah-tuak-nira

Komentar

Postingan Populer